11374
Hits

Menerawang Peran BPPT di Masa Depan, Mimpi Lahirnya Lembaga Katalis Integrator Potensi Riset dan Inovasi Teknologi di Indonesia

Administrator
09 Mar 2021
Opini

Menerawang Peran BPPT di Masa Depan, Mimpi Lahirnya Lembaga Katalis Integrator Potensi Riset dan Inovasi Teknologi di Indonesia

Penulis: Tauhid Nur Azhar

 

Solusi berbasis inovasi semestinya terlahir dari rahim ekosistem yg mampu menumbuhkembangkan embrio potensi menjadi bayi-bayi kompetensi yang disusui oleh zat-zat nutrisi ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Masalah negeri itu pasti kompleks karena perpaduan dari sumber global, regional, nasional, dan lokal. Pangan, energi, kesehatan, ekonomi, dan semua aspek terkait hajat hidup orang banyak adalah faktor predisposisinya. 

Maka untuk membangun sebuah negara yang cerdas, adaptif, berkeadilan, dan terus bertumbuh secara berkesinambungan, diperlukan pemantik inovasi. Diperlukan ekosistem riset dan inovasi teknologi serta konsep kaji terap yang terkoneksi dengan kebutuhan riil pemangku kepentingan negeri.

Secara geografi kita hidup di daerah lintang rendah yang kaya akan limpahan cahaya matahari, memiliki keuntungan koriolis, dan iklim tropis yang memungkinkan kita untuk terus menerus bercocok tanam, beternak, dan membudidaya sumber daya maritim di sepanjang pesisir yang selalu hangat dan berlimpah energi alam. 

Untuk dapat mengelola segenap potensi yang terhampar di kepulauan  dan daerah pesisir kita memerlukan lebih dari sekedar tekad dan semangat. Kita memerlukan keahlian, kepakaran yang mumpuni, sekaligus platform untuk mendistribusikan segenap potensi menjadi energi pengungkit negeri yang dapat mengurai simpul-simpul kejumudan yang selama ini saling menyandera dan mengunci. 

Sebagai gambaran betapa kayanya negeri bahari ini, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia, dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari keseluruhan wilayah Indonesia.

Tetapi yang masih kerap kita dapati di 16.056 pulau yang kita klaim sebagai wilayah kedaulatan (teritori) NKRI masih didapati kasus-kasus malnutrisi. 

Krisis energi pun terjadi di tengah negeri yang berada tepat di sabuk cincin api. Sungguh sebuah ironi. Dari data PVMBG Kemen ESDM jumlah gunung api aktif di Indonesia itu ada sekitar 68 gunung. Belum kalau kita berbicara potensi angin, cahaya matahari, keasaman sumber elektron di lahan gambut, batubara, LNG, dan gelombang samudera. Perpaduan potensi sumber energi berbasis hidrokarbon dan sumber baru-terbarukan akan menjadi orkestrasi sumber catu daya yang luar biasa.

Itupun kalkulasi energi sebelum kita mengolah potensi cadangan Thorium yang begitu berlimpah. Potensi yang diperkirakan tersedia di alam negeri kita adalah sekitar 70.000 ton. Upaya penguasaan teknologi telah dimulai dengan digulirkannya Program Reaktor Daya Eksperimental (RDE) oleh Batan. 

 

Ekosistem Solusi Berbasis Teknologi

Persoalan riil dan masa depan yang telah teridentifikasi antara lain adalah krisis pangan, energi, dan kesehatan. Hiperkompetisi akan terjadi di sektor-sektor tersebut.

Maka BPPT sebagai lembaga kaji terap teknologi yang mendapat amanah sesuai dengan isi Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1998, dengan tugas pokok yang termaktub di Bab 1 Pasal 2 yang isinya adalah sebagai berikut,

 BPPT mempunyai tugas pokok:

  1. Mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi sebagai bahan pertimbangan bagi Presiden dalam menetapkan pokok‑pokok kebijaksanaan nasional yang menyangkut pengembangan dan penerapan teknologi bagi peningkatan industri dan pembangunan;
  2. Melakukan koordinasi pelaksanaan program pengkajian dan penerapan teknologi secara menyeluruh dan terpadu;
  3. Memberikan pelayanan kepada instansi Pemerintah maupun swasta dalam penerapan teknologi;
  4. Melaksanakan kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi dalam menunjang kebijaksanaan pemerintah di bidang pengembangan dan penerapan teknologi bagi peningkatan industri dan pembangunan.

Dalam perjalanannya ada dinamika birokrasi yang mengubah status kelembagaan BPPT. Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2006, tentang pengangkatan Kepala BPPT, secara otomatis Kepala BPPT resmi terpisah dengan Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dengan demikian maka sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, tugas pokok BPPT terjabar dalam fungsi-fungsi berikut:

  1. Pengkajian dan  penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan penerapan teknologi.
  2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT, yang antara lain meliputi;
  3. Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta dibidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas, serta membina alih teknologi.

 

Tidak terlalu jauh berbeda dengan arahan dalam Keppres No 117 Tahun 1998. Konsep kaji terap dan koordinasi lintas sektoral serta fungsi pembinaan yang telah diamanahkan perundangan inilah sebenarnya dapat menjadi dasar dalam membangun platform ekosistem riset, inovasi, dan teknologi nasional. 

Penyelesaian dan antisipasi terhadap persoalan riil saat ini dan di masa depan memerlukan suatu pendekatan holistik yang memerlukan sistem integrator dan agregator nasional. 

Konsep ketahanan dan ketangguhan bencana sebagai contoh, jika disepakati berbasis teknologi maka tak pelak kementerian dan LPNK terkait harus mengedepankan pendekatan berorientasi research based, misal hunian tahan gempa (berbahan komposit), buoy tsunami, prediksi bencana berbasis kecerdasan artifisial haruslah merupakan produk integrasi dari pusat penelitian di setiap kementerian dan LPNK terkait dalam koordinasi BPPT sebagai dirijen kaji terap teknologi nasional. 

Demikian pula dalam hal ketahanan pangan dan kesehatan serta resiliensi terhadap krisis yang dapat terjadi. Penerapan teknologi di sektor agroindustri (termasuk mina tani), industri farmasi nasional, rekayasa hayati dan banyak inovasi lainnya dapat diagregasi dalam sebuah ekosistem virtual lintas sektor dan institusi, termasuk perguruan tinggi. 

Peran pusat dan fasilitas laboratorium di BPPT dapat lebih diarahkan sebagai pusat uji dan fasilitas audit teknologi nasional. Dapat juga menjalankan peran sebagai model dan laboratorium katalis yang menjembatani riset di pusat penelitian Kementerian, LPNK, dan perguruan tinggi, serta institusi riset swasta/mandiri, dengan berbagai elemen pemangku kepentingan dan industri hilir.

Peran kaji terap teknologi di bidang energi terbaharukan yang terintegrasi dengan eksplorasi material, alat angkut, sistem propulsi metoda pengisian catudaya (listrik), sampai upaya mengkonversi limbah (sampah) menjadi bahan bakar (RDF), akan ideal jika dijalankan dalam suatu ekosistem dinamik yang bersifat partisipatif-kontributif. 

Konsep integrasi ini akan melahirkan model peran baru bagi BPPT di masa depan: lembaga katalis sinergi teknologi nasional. 

Sehingga urusan ketahanan pangan berbasis kebutuhan gizi/nutrisi misalnya, akan dielaborasi melalui penerapan teknologi hulu hilir mulai dari teknik budidaya (perikanan, peternakan, pertanian), pupuk, teknologi pasca panen (preservasi dan pengemasan), industri garam, industri makanan, sampai metoda alat angkut sebagai bagian dari sistem transportasi dalam proses distribusi komoditas dan produk kebutuhan pokok. Di sini terjadi irisan (konjugasi) atau intersection dengan proses kaji terap kereta cepat, hidrodinamika kapal angkut, sampai ranah aviasi (N-219, dan lain-lain).

 

Simpulan

Dari berbagai data dan fakta terkait proses riset, inovasi, dan kaji terap teknologi yang selama ini telah diperankan dengan baik oleh BPPT, dapat dilakukan revitalisasi fungsi dan reorientasi visi dan misi kelembagaan dengan mengedepankan atau memperkaya peran yang dijalankan dengan mengakomodir peran sebagai pusat katalis sinergi teknologi nasional yang pada gilirannya akan mengonstruksi lahirnya ekosistem riset dan inovasi teknologi nasional yang dapat menjadi platform bagi berjalannya konsep kecerdasan terdistribusi (distributed intelligence) dan juga daya reka berkoloni (colony engineering). Dimana nilai agregatornya adalah: substitusi, komplementasi, dan augmentasi. Sedangkan modal relasinya adalah: konektivitas, komunikasi, kolaborasi, dan ko-kreasi.