9984
Hits

Kelembagaan Pengkajian Dan Penerapan : Upaya Penguatan Inovasi Untuk Akselerasi Pertumbuhan Nasional

Administrator
21 Apr 2021
Opini

KELEMBAGAAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN :

UPAYA PENGUATAN INOVASI UNTUK AKSELERASI PERTUMBUHAN NASIONAL

 

Oleh :

Arwanto

Pusat Sistem Audit Teknologi - BPPT

 

Indonesia harus bergeser dari ekonomi berbasis komoditas menuju ekonomi berbasis inovasi dan teknologi. Langkah itu diperlukan untuk meningkatkan kapasitas Indonesia sebagai produsen teknologi dan kedaulatan teknologi. Kalimat tersebut dikatakan oleh Presiden RI Joko Widodo saat membuka Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi BPPT Tahun 2021 di Istana Negara, pada 8 Maret 2021. Memang menjadi keharusan yang pasti jika ingin mempercepat pertumbuhan ekonomi, maka inovasi menjadi tuntutan utama. Pergerakan ekonomi hanya akan mengalami pertumbuhan biasa biasa saja jika hanya mengandalkan sumberdaya alam atau sekedar berbasis pada efisiensi (efficiency driven economy). Menurut WEF Indonesia saat ini walau sudah dinyatakan naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country) per 1 Juli 2020, namun stage pertumbuhan Indonesia masih pada Efficiency Driven Economy. Jika kondisi ini tetap bertahan maka akan sulit bagi Indonesia untuk lepas dari perangkap negara berpenghasilan menengah (Middle Income Trap) dan memasuk stage pertumbuhan innovation driven economy. Kondisi itu hanya bisa diatasi dengan upaya meningkatkan Inovasi secara totalitas.

 

Belajar dari Korea

Data pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan Korea menjadi bahan yang sangat menarik untuk disimak, dimana kebijakan teknologi Korea mampu mempercepat laju pertumbuhan yang sangar signifikan. Setelah 5 tahun Indonesia merdeka, pada tahun 1950 GDP per capita Indonesia di atas GDP per capita Korea dengan masing-masing sebesar US$ 1.280 dan USS$ 998. Kondisi ini hanya bertahan sampai dengan tahun 1962, dimana GDP per capita Indonesia masih lebih tinggi dibanding Korea, terpaut US$ 33 dengan besar GDP per capita masing-masing US$ 1.653 dan US$ 1.620.

 

Rupanya mulai tahun 1962 Korea mulai melakukan kebijakan teknologi yang luar biasa, dengan mencanangkan kebijakan “From Imitation to Innovation” (Yun, Jinhyo Joseph., 2007). Kebijakan ini dilakukan dengan 3 (tiga) fase yaitu fase pertama disebut dengan Fase Imitasi yang dimulai pada tahun 1962 sampai dengan tahun 1970; kedua, Fase Internalisasi dilakukan sampai tahun 1980 an dan ketiga, Fase Inovasi sampai tahun 1990 an. Setelah tahun 1990 an Korea menguasi inovasi diberbagai bidang. Hal nyata dari kebijakan teknologi di Korea tersebut, GDP per capita Korea sejak tahun 1963 meningkatkan secara signifikan melampaui Indonesia. Pada tahun 1963 GDP per capita Korea mencapai US$ 1.721 dan Indonesia hanya US$ 1.557. Kebijakan teknologi Korea mampu meninggalkan Indonesia secara signifikan, data pada tahun 2018 GDP per capita korea mencapai US$ 37.928 sedangkan Indonesai hanya US$ 11.852.

 

Capaian lain yang luar biasa dari adanya kebijakan penguatan inovasi di Korea tersebut adalah dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun, Korea mampu bertransformasi dari negara pertanian menjadi negara industri (World Bank, 2004). Artinya pertumbuhan ekonomi Korea telah mampu bergeser dari pertumbuhan ekonomi berbasis komoditas menjadi pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi. Masih dalam artikel yang sama tercatat capaian Korea yang luar biasa Korea mampu menurunkan jumlah persentase kemiskinan dari 23% pada tahun 1970 menjadi hanya 5% pada tahun 1990.

 

Belajar dari kebijakan IPTEK yang diakukan Korea dapat menjadi perhatian kita bersama bahwa Kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan IPTEK jika didisain dan direncanakan dengan baik,  - yang tentunya juga diikuti dengan keberadaan lembaga Iptek -,  akan mampu menghasilkan inovasi yang pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

 

Inovasi dan Kelembagaan PENGKAJIAN daN PENERAPAN (JIRAP)

Kekhawatiran akan terjadi ketertinggalan yang berlarut-larut dalam pertumbuhan ekonomi, telah disadari oleh Bapak Teknologi Indonesia, Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie FREng dengan membawa filosofi “Bermula di akhir dan berakhir di awal” beliau membentuk BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pada tahun 1978. Pendirian BPPT sejak awal sudah diorientasikan sebagai Lembaga yang akan menghasilkan Inovasi untuk membantu industri. Terlihat dari kebijakan adanya BPIS dimana bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan industry nasional yang strategis dengan pasokan dan pengawalan inovasi dari produk BPPT.

 

Penamaan yang digunakan Pak Habibie dengan kata Pengkajian dan Penerapan telah bermakna jangka panjang yang memikirkan pentingnya Inovasi bagi negeri ini dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dalam kontek kelembagaan, pendirian BPPT oleh Bapak Teknologi Indonesia telah menanamkan pondasi kuat untuk membangun struktur entitas penting bagi dunia IPTEK yang sudah semestinya menjadi pendorong dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Pada saat itu, Pak Habibie sudah mengetahui keberadaan lembaga lain yang ada,dan masing-masing mempunyai peran dan tanggungjawabnya. BPPT didesain oleh Pak Habibie sebagai lembaga yang akan menghasilkan inovasi bagi pendampingan industri dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Nomenklatur Pengkajian dan Penerapan menjadi satu entitas dalam kancah Iptek yang erat orientasinya dengan Inovasi.Sementara Inovasi menjadi entitas penting dalam percepatan pertumbuhan ekonomi, yang dalam Bahasa Presiden RI Joko Widodo “Indonesia harus bergeser dari ekonomi berbasis komoditas menuju ekonomi berbasis inovasi dan teknologi”.

 

Beberapa produk Inovasi BPPT diantaranya: Drone MALE (Medium Altitude Long Endurance) “Elang Hitam” Kombatan; Teknologi dan Sistem Peringatan Dini Bencana (Disaster Early Warning System); TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) untuk mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan, serta mitigasi banjir; inovasi teknologi dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lokal untuk kemandirian bahan baku obat, alat kesehatan dan pangan pencegahan stunting melalui penerapan teknologi cerdas. Disamping itu dalam kondisi pandemic Covid – 19, BPPT berhasil membangun ekosistem inovasi (pentahelix) melibatkan perguruan tinggi, pemerintah, organisasi non pemerintah, industry dan penyandang dana telah banyak menghasilkan inovasi yang langsung dimanfaatkan diantaranya : Rapid test antibodi RI-GHA Covid-19; Rapid test antigen iCOVID-19; Biocov – 19; Mobile BSL – 2; Ventilator Emergency.

 

UU No. 18 Tahun 2002 dan UU No. 11 Tahun 2019

Dengan disahkan dan diundangkannya Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, ditinjau dari sisi aspek legalitas telah membawa paradigma baru yang sebelumnya “IPTEK untuk kemajuan IPTEK” menjadi “IPTEK untuk Pembangunan Nasional”. Pada Undang – Undang sebelumnya yaitu Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, keberadaan Iptek dan kelembagaannya hanya ditujukan untuk kemajuan Iptek dan pemanfaatannya tanpa ada penekanan pada pembangunan nasional.

 

membentuk iklim dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi penyelenggaraan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 6 Ayat (2) huruf b UU No. 18 Tahun 2002)

 sementara itu Undang – Undang No. 11 Tahun 2019 dengan tegas mengatakan salah satu peran IPTEK adalah sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasionai di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila (Pasal 5 huruf a UU No. 11 Tahun 2019)

 Hal lain yang juga tidak ada dalam fungsi dan peran kelembagaan Iptek pada Undang – Undang 18 Tahun 2002 adalah tidak adanya kelembagaan yang secara khusus menghasilkan inovasi. Inovasi dibebankan hanya pada Badan Usaha, yang dari sisi sumberdaya untuk hal tersebut tidak lengkap dan orientasi mereka pada profit. Lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) sebagai satu-satu Lembaga iptek yang dipandang memiliki kemampuan serta sumberdaya yang ada hanya difungsikan untuk menghasilkan invensi.

 

  • Lembaga litbang sebagai salah satu unsur kelembagaan dalam Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berfungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), lembaga litbang bertanggung jawab mencari berbagai invensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menggali potensi pendayagunaannya.
    (Pasal 8 UU No. 18 Tahun 2002)

 

Sementara dalam Undang – Undang No. 11 Tahun 2019 secara tegas menugaskan Lembaga Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk menghasilkan Inovasi, dimana ini merupakan bagian dari upaya untuk memaksimalkan peran IPTEK sebagai penghela pertumbuhan ekonomi.

 

(1) Lembaga pengkajian dan penerapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b berfungsi menumbuhkernbangkan penguasaan Teknologi dan meningkatkan pendayagunaan Teknologi.

(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga pengkajian dan penerapan bertanggung jawab menghasilkan Inovasi dan mendorong keberhasilan penerapannya.

 

Dari uraian telaah Undang – Undang tersebut di atas dapat terlihat penataan regulasi Iptek dengan UU No. 11 Tahun 2019 telah dilakukan dengan baik sebagai upaya untuk meningkat peran Iptek dalam pembangunan nasional yang diikuti dengan penataan keberadaan entitas kelembagaan beserta perannya.

 

KELEMBAGAAN IPTEK

Dalam UU No. 11 Tahun 2019 telah ditegaskan ada 5 kelembagaan Iptek yang akan melakukan penyelenggaraan Iptek yaitu : lembaga litbang; Lembaga jirap; perguruan tinggi; badan usaha dan lembaga penunjang (Pasal 42 UU No. 11 Tahun 2019). Masing-masing kelembagaan tersebut memiliki fungsi dan tanggungjawab yang secara keseluruhan jika dijalankan secara harmoni akan menghasilkan keluaran yang maksimal bagi pembangunan nasional. Untuk menjaga dan terlaksananya harmoni diantara kelembagaan tersebut maka dapat dibentuk badan. Dalam hal ini menurut UU No. 11 Tahun 2019, Presiden dapat membentuk badan riset dan inovasi nasional untuk mengarahkan dan menyinergikan jalannya kelembagaan tersebut (Pasal 48 UU No. 11 Tahun 2019 dan penjelasannya).

 

Oleh karena itu keberadaan kelembagaan Iptek sangat penting termasuk adanya badan riset dan inovasi nasional yang secara bersama – sama akan menghasilkan karya dari penyelenggaraan Iptek untuk akselarasi pembangunan ekonomi nasional.

 

Referensi

  1. Yun, Jinhyo Joseph., 2007., The developmet of technology capability and transformation inward FDI in Korea from 1962 to 2000., ResearchGate (https://www.researchgate.net/publication/283413352 - 15 Oktober 2020)
  2. World Bank., 2004., Republic of Korea: Four Decades of Equitable Growth
  3. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2002
  4. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2019

 

 

 Lampiran

Gambar 1

 

Gambar 2