Data mengenai kecenderungan cuaca di Indonesia tersebut, lanjut McPhaden, diperoleh dari jaringan buoy RAMA (Research Moored Array for African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction) yang dipasang di Samudera Atlantik, Hindia dan Pasifik. Buoy yang melintasi Samudera Atlantik, Pasifik dan Hindia ini membantu memprediksikan keanomalian cuaca. Suhu laut yang lebih dingin dibanding kondisi normal, mengindikasikan anomali cuaca yang dikenal dengan La Nina, akan membawa lebih banyak hujan hingga Maret 2012 nanti, jelasnya.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), Ridwan Djamaluddin. Kita akan menghadapi musim hujan yang datang terlambat tetapi jangka waktunya lebih panjang. Perkiraan tersebut berdasarkan prediksi data yang dikumpulkan ilmuwan bidang kelautan dan atmosfer Amerika Serikat dan peneliti NOAA.
Sejak tahun 2006, Indonesia telah bekerjasama dengan NOAA dan ikut berperan aktif dalam Global Ocean Observing System (GOOS) di kawasan Samudra Hindia. Kerjasama tersebut meliputi pemasangan jaringan buoy-buoy ocean-klimatologi yang diberi nama RAMA. Indonesia telah memasang dan melakukan perawatan tahunan sebanyak 6 RAMA buoys sejak 2007, menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya di Samudra Hindia, sekitar ekuator dari 12 derajat Lintang Selatan hingga 8 derajat Lintang Utara, lanjut Ridwan.
"Sejauh ini sudah terpasang sebanyak 30 buoy dari rencana 46 RAMA buoys di Samudra Hindia. Data-data yang diperoleh dari puluhan buoy tersebut diterima secara near real time di PMEL Seatle, NDBC Mississippi AS, dan BPPT untuk selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa," ujar Ridwan.
Peran data lautan, menurut Ridwan, akan berfungsi dalam mengantisipasi perubahan iklim regional dan global warming, serta prediksi El-Nino (musim kering) dan La-Nina. (SYRA/humas)