Sebagai lembaga pemerintah imbuhnya, BPPT memiliki kompetensi melalui Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB), yang dalam hal ini berusaha mengkaji terap teknologi, sebagai solusi dan rekomendasi terhadap permasalahan di sektor pertanian, pangan dan kesehatan.
Seperti halnya di bidang pangan, BPPT berupaya mensubstitusi impor daging sapi, yakni dengan program integrasi industri sawit dan sapi yang saat ini sedang dikembangkan oleh Tim Peneliti dan Perekayasa Deputi TAB dengan bekerjasama dengan mitra terkait.
“Semoga lahan sawit nasional yang saat ini sekitar 14 juta hektar dapat dimanfaatkan secara optimal tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan industri sawit dan turunannya namun juga terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional yang saat ini masih harus diimpor,” paparnya.
Sementara dalam dunia Industri kesehatan, seperti tercantum dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, bahwa isu ketergantungan bahan baku obat dan alat kesehatan impor merupakan salah satu permasalahanan yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia hingga saat ini. Faktor industri hulu dan antara yang lemah urai Hammam, merupakan salah satu penyebab tidak berkembangnya industri bahan baku obat sintetik kimia di Indonesia hingga saat ini. Di sisi lain negara-negara maju telah jauh mengembangkan industri bahan baku obat dengan dukungan industri hulu dan antara yang kuat.
“Dengan kondisi semacam ini, Indonesia sebenarnya memiliki bonus sumberdaya hayati yang sangat melimpah. Kekayaan ini bisa dimanfaatkan untuk pengembangan obat herbal atau obat berbasis fermentatif. Dengan melihat hal ini seharusnya mempunyai peluang untuk mengembangkan bahan baku obat berbasis herbal atau fermentatif,” terangnya.
Kepala BPPT pun menegaskan bahwa hasil kajian BPPT harus diterapkan di masyarakat, baik di kalangan industri atau masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu BPPT sangat mendorong akan adanya hilirisasi hasil riset ke masyarakat.
“Forum semacam inilah yang diharapkan akan menjadi salah satu jembatan antara kalangan akademisi dengan masyarakat industri. Konsep triple helix yakni melalui sinergi positif antara kalangan Academician, Business dan Government, atau akademisi, industri dan pemerintah akan kami jalankan secara optimal,” pungkasnya. (Humas/HMP)