Kebutuhan air bersih akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, kesadaran masyarakat terkait Kesehatan semakin meningkat, dan perubahan iklim yang mempengaruhi ketersediaan air baku dari aspek kualitas, kuantitas dan kontinyuitas.
Pentingnya penyediaan air bersih dan perlunya keterlibatan teknologi untuk mewujudkannya menjadi latar belakang diselenggarakannya Webinar Diseminasi dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah Seri 3 “Teknologi Pengolahan Air Bersih” (6/7)
Wihatmoko Waskitoaji Plt. Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah BRIN dalam pembukaan webinar menyebutkan, menurut angket yang telah kami lakukan, kebutuhan akan teknologi air bersih oleh daerah atau pemda menduduki peringkat satu.
“Tiga teratas yang dibutuhkan oleh daerah yaitu teknologi air bersih, masalah sampah dan teknologi pascapanen” tambahnya
Wihatmoko berharap webinar ini dapat memberikan pencerahan bagi pemerintah daerah terkait teknologi yang tersedia untuk pengolahan air bersih bagi masyarakat dan peluang kerjasama dengan pusat riset terkait penyediaan air bersih bagi masyarakat.
Pada kesempatan yang sama , Ignasius Dwi Atmana Sutapa Professor Riset Bidang Teknik lingkungan, Pusat riset Limnologi dan Sumber daya Air, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN menyampaikan materi tentang Strategi Peningkatan Layanan Air Minum di Indonesia: peluang dan tantangan.
Menurut Sutapa, akses terhadap air minum, sanitasi aman dan higiene dasar merupakan hak asasi manusia. Intervensi bidang Water, Sanitation and Hygiene (WASH) sangat cost effective untuk mengurangi beban penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.
Sistem WASH termasuk perangkat teknologi perlu tersedia untuk mencapai Sustainable Development Goal (SDG) 6 yaitu memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang bekelanjutan untuk semua (prioritas rumah tangga, fasyankes dan sekolah).
“jika ini tidak dipenuhi akan berdampak pada kesehatan masyarakat” tegasnya
Lebih lanjut, Sutapa menjelaskan dampak kualitas air terhadap kesehatan sangatlah besar. Kolera, diare, typhus, dan disentri merupakan beberapa penyakit yang ditularkan melalui air minum yang tercemar kuman pathogen (water borne diseases). Selain itu, terdapat penyakit yang berkaitan dengan kekurangan air higiene perorangan (water washed diseases) seperti scabies, infeksi kulit dan selaput lender, lepra, trachoma.
Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit yang Sebagian siklus kehidupannya berhubungan dengan air (water based diseases) seperti Schistosomiasis.
Penyakit yang ditularkan oleh vector penyakit yang sebagian atau seluruhnya perindukannya berada di air (water related vectors). Malaria, demam berdarah dengue, filariasis (kaki gajah) termasuk dalam kategori ini.
Menurut WHO, peran WASH dalam pencegahan penyakit secara epidemiologis sebesar 60%, lebih tinggi dibandingkan hanya peran air terhadap diare 35%.
“kalau sudah menimbulkan penyakit yang berdampak massal, ongkosnya lebih besar dibanding ongkos penyediaan kebutuhan air bersih di awal-awal” tegasnya
Pemenuhan sumber air minum masyarakat berasal dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), PAMSIMAS (penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat), depot isi ulang, air minum dalam kemasan dan air minum rumah tangga.
Dalam paparannya, Sutapa menyebutkan saat ini PDAM hanya mampu melayani 15-20 persen kebutuhan air secara nasional, 65% PDAM kesulitan mengembangkan teknologi sesuai perubahan kualitas dan kuantitas air baku, dan tingkat kebocoran air produksi PDAM masih relatif tinggi 30-50%.
Nusa Idaman Said, periset Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN, Ketua Kelompok Riset Pengolahan Air Bersih dan Air Minum menyebutkan dalam paparannya beberapa masalah yang dihadapi dalam penyediaan air bersih di Indonesia.
Kualitas air baku yang banyak tercemar polutan dari limbah domestik maupun industri, kuantitas air baku yang fluktuatif antara musim hujan dan kemarau, tingkat layanan air bersih yang masih rendah, buruknya kualitas air baku mengakibatkan biaya pengolahan menjadi tinggi adalah beberapa masalah yang dihadapi dalam penyediaan air bersih.
Masalah lain dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir daerah yang terpengaruh oleh pasang surut atau wilayah pulau-pulau kecil, masalah kualitas air baku sangat besar. Perlu teknologi untuk mengolah air laut atau air payau menjadi air tawar.
Selain itu bencana banjir yang sering terjadi membutuhkan juga teknologi alternatif untuk mengatasi krisis air bersih di lokasi banjir dengan memanfaatkan air banjir itu sendiri.
Cakupan air minum nasional baseline 2018 kategori air minum layak 88% dan air minum aman 7%. Target tahun 2024 kategori air minum layak 100% dan air minum aman 15%.
Air minum layak adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 m dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung.
Air minum aman adalah air yang digunakan untuk minum, masak, dan kebutuhan sehari-hari yang bebas dari kontaminasi patogen dan senyawa kimia prioritas, artinya air yang telah memenuhi standar kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 492 tahun 2010.
Isu penyediaan akses air minum aman meliputi faktor air baku, produksi, distribusi dan rumah tangga. Dari faktor air baku, masalah yang ada diantaranya, keterbatasan air baku baik kuantitas dan kualitas, upaya konservasi yang belum memadai dan beban pencemaran yang tinggi.
Dalam lingkup produksi, lemahnya manajemen operator air, tarif air minum masih tinggi, dan tingginya idle capacity.
Dalam sisi distribusi, tingkat kebocoran yang tinggi (30-50%) dan jaringan perpipaan yang tumbuh lambat.
Faktor rumah tangga diantaranya rendahnya kesadaran hemat air dan rendahnya proporsi rumah tangga yang mau mengakses perpipaan.
Secara umum terdapat empat metode pengolahan air minum yang banyak digunakan, yaitu sistem khlorinisasi, sistem saringan pasir lambat, sistem saringan pasir cepat (proses koagulasi, flokulasi, filtrasi) dan pengolahan khusus.
Sistem khlorinisasi yaitu proses pengolahan air minum dengan cara pembubuhan khlor sebagai desinfektan.