Bicara inovasi tak terlepas dari UU SISNAS IPTEK yang menyebutkan bahwa peran lembaga pengkajian dan penerapan seperti BPPT bertanggung jawab untuk menguasai teknologi, menghasilkan inovasi serta menjamin keberhasilan penerapannya. Guna mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kolaborasi dan juga konsolidasi antar lembaga dalam ekosistem inovasi yang handal dan produktif.
“Fokus diskusi ini adalah menentukan program dan kegiatan yang menjadi prioritas, sehingga dari pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) terutama universitas dapat mendukung dan melayani untuk mensuskseskan dan mengakselerasi program terkait riset inovasi”, jelas Mendikbudristek, Nadiem Makarim saat membuka diskusi Membangun Kolaborasi untuk Peningkatan Riset dan Inovasi Perguruan Tinggi bersama Kepala BRIN dan Kepala BPPT serta Kepala LPNK lain (7/5).
Lebih lanjut ujar Nadim, pihaknya tentu ingin memastikan lembaga riset sukses dari sisi kebutuhan perguruan tinggi melalui kolaborasi yang erat.
Senada dengan Nadiem, Kepala BPPT Hammam Riza menyampaikan bahwa semangat kolaborasi membangun ekosistem inovasi dengan perguruan tinggi sudah ada sejak lama. "Terutama dalam membangun ekosistem inovasi yang melibatkan multihelix, bekerja sama menghasilkan produk dari hulu hingga hilir, produk untuk substitusi impor, produk yang memberikan nilai tambah bagi Sumber Daya Alam (SDA) serta produk yang menguatkan daya saing bangsa," ungkap Hammam.
Ekosistem inovasi merupakan hal yang dituju dan dikedepankan dalam beberapa tahun ini. Hammam menyebut seperti ekosistem inovasi dalam Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanggulangan Covid-19 (TFRIC 19) yang melibatkan lebih dari 40 institusi baik pemerintah, LPNK, dan perguruan tinggi.
Menurutnya, keberhasilan TFRIC 19 dalam menghasilkan berbagai produk inovasi menunjukkan bagaimana sebuah ekosistem inovasi mampu mengakselerasi produk inovasi buatan Indonesia.
Tanpa kita bekerjasama kita tidak dapat menghasilkan produk yang baik dan proven dan memiliki TRL yang memadai untuk dikomersialkan. BPPT sebagai lembaga jirap menurut Hammam memiliki tujuh peran yang juga merupakan rantai nilai yang harus dijalankan demi menghasilkan invensi dan inovasi.
Dalam konteks ini lanjut Hammam, BPPT berupaya menguatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan program S3 by researsch. Tahun ini ada 5 perguruan tinggi yang terlibat dalam program S3 by research yang tujuannya untuk mendukung delapan bidang fokus teknologi mulai dari teknologi kebencanaan, hingga teknologi informasi dan elektronika.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan bahwa komponen utama riset adalah SDM, infrastruktur dan anggaran. SDM sebagian besar di perguruan tinggi, baik dosen, maupun lulusan S2 dan S3. Sehingga harus melibatkan sebanyak mungkin SDM dari perguruan tinggi baik S2 maupun dosen. Jika berkaitan dengan infrastruktur, maka BRIN tempatnya.
Infrastruktur riset di BRIN akan dibuka baik untuk akademisi maupun industri guna meningkatkan kolaborasi secara alami antara lembaga dan perguruan tinggi dan kami bisa mendapatkan tambahan periset unggul dari perguruan tinggi," jelasnya.
Sebagai informasi, pada diskusi tersebut disepakati beberapa tema yang menjadi fokus, yaitu pertama mobilitas SDM yang cair antar universitas dan lembaga riset. Kedua konsolidasi infrastruktur dan fasilitas menggunakan konsep co-research space, dengan anggaran yang bisa dikonsolidasi antara Mendikbudristek maupun BRIN. Ketiga, memastikan tidak adanya tumpang tindih dalam riset. Terakhir terkait fokus, BRIN bisa memberikan guidance dan membantu bagaimana membangun kolaborasi dalam kerangka ekosistem inovasi. (Humas BPPT)