Sebagai pembanding, jelas Hammam, e-Rekapitulasi telah diuji coba pada Pemilu Legislatif 2014 (Pileg, red) di kota Pekalongan. Pelaksanaannya telah teruji dengan kompleksitas yang tinggi, karena melibatkan lebih dari 370 data calon anggota legislatif. Sementara e-Rekap untuk Pilpres, tambahnya, merupakan proses yang lebih sederhana. “Hanya melibatkan 2 buah data (Capres Cawapres no urut 1 dan 2, red),” paparnya.
e-Rekapitulasi menurut Hammam merupakan teknologi yang sudah cukup matang digunakan di banyak negara meskipun proses pemungutan suara masih dilaksanakan secara manual. Sebagai contoh India, dengan jumlah penduduk yang lebih dari 1 Milyar, bahkan jauh lebih maju dalam penyelenggaraan Pemilunya, baik itu dalam hal pemungutan suara, perhitungan dan rekapitulasi hasil pemilu menggunakan perangkat e-Voting. “Dengan demikian tidak lagi ada kesalahan hitung, hasil totalnya langsung diperoleh dengan penayangan (tabulasi) dilakukan secara berjenjang dari tiap TPS. Untuk validitas data dan rekam jejak (audit trail) dapat digunakan scan atau foto form C1 yang disandingkan dengan hasil tiap TPS tersebut,” jelasnya.
Uji coba e Rekapitulasi
Dalam 2 Pemilu terakhir 2004 dan 2009, Hammam mengungkap sebenarnya KPU telah mempergunakan teknologi e-Rekapitulasi, walaupun mengalami beberapa kendala di Pemilihan Legislatif, tetapi cukup berhasil dalam mendukung proses Pemilu Presiden. Bahkan di Pemilu 2004 dalam waktu 2 hari lebih dari 60% data TPS dari seluruh Indonesia dapat diperoleh dan ditayangkan di website tabulasi nasional. “Teknologi pengiriman yang dipergunakan saat itu adalah dengan menggunakan aplikasi lokal yang diletakkan di tiap kecamatan, jadi hasil dari tiap TPS dikirim melalui kurir ke kecamatan kemudian dimasukkan (entri) ke dalam aplikasi dan dikirim ke KPU Pusat. Sedangkan pada Pemilu 2009, data dimasukkan dan dikirimkan dari KPU Kab/Kot, tidak di tingkat kecamatan,” untainya.
Kepala Program e-Pemilu, Andrari Grahitandaru, lebih lanjut menerangkan bahwa ada beberapa teknologi e-Rekapitulasi yang telah dikaji BPPT dimana masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu perlu disesuaikan dengan tujuan prioritasnya serta jenis pemilunya. Sebagai contoh untuk Pileg Kota Pekalongan, BPPT telah melakukan uji coba teknologi DMR dan USSD secara bersamaan di 564 TPS di kota tersebut. Kedua teknologi tersebut dipilih mengingat data yang diinput di tiap TPS sangat banyak yaitu sekitar 370 data. “Target kami adalah akurasi dan kecepatan, dan kenyataan di lapangan uji petik dapat diselesaikan kurang dari 5 hari,” jelasnya.
Hammam menjelaskan, Uji Petik e-Rekapitulasi pada Pemilu legislatif tanggal 9 April 2014 di Kota Pelakongan bertujuan untuk melakukan proof of concept dengan menggunakan dua metode e-Rekapitulasi yang sudah direkomendasikan BPPT kepada KPU, serta sudah di uji publik pada Dialog Nasional Menuju Pemilu Elektronik pada 10 Oktober 2013 yang lalu. Dua metode teknologi e-Rekapitulasi tersebut adalah USSD (Unstructured Supplementary Service Data) dan DMR (Digital Mark Reader).
"Metode USSD berupa hasil perolehan caleg tiap partai untuk DPR-RI, DPR Provinsi dan DPR Kota, serta DPD, lalu diketik di handphone operator TPS yang sudah diberi link ke aplikasi pengiriman serta pengamanan berupa lokasi GPS dari setiap TPS, pin, dan konfirmasi akhir sebelum dikirim ke Pusat data (data center). Sedangkan, metode DMR berupa hasil perolehan dipindahkan ke dalam form DMR oleh operator TPS dan dikumpulkan di posko untuk di-scan, lalu di verifikasi dan dikirim ke data center. Lalu, data center yang menampung dua metode data hasil perolehan yang menggunakan USSD dan DMR akan menghasilkan rekapitulasi perolehan hasil caleg DPR RI, DPD, DPR I dan DPR II secara akurat dari seluruh TPS," jelas Hammam.
Dia menuturkan, pelaksanaan Uji Petik e-Rekapitulasi ini menghitung perolehan suara di seluruh TPS di Pekalongan yang jumlahnya 564 TPS. Teknologi e-Rekapitulasi dengan metode USSD dilaksanakan di TPS Pekalongan Barat sejumlah 175 TPS dan Pekalongan Selatan sebanyak 111 TPS. Sementara metode DMR dilaksanakan di Pekalongan Utara sebanyak 148 TPS dan Pekalongan Timur sejumlah 130 TPS. Totalnya, teknologi USSD dilaksanakan di 286 TPS dan teknologi DMR di 278 TPS.
"Untuk USSD menggunakan perangkat ponsel merek apa saja yang dimiliki oleh operator TPS dan DMR menggunakan satu buah scanner yang diletakkan di tiap posko kecamatan (total 4 scanner DMR). Sementara sumber daya manusia yang terlibat dari e-Rekapitulasi ini terdiri dari operator TPS sejumlah 283 orang, korlap 58 orang dan kordap 10 orang," papar Hammam lebih lanjut.
Pemanfaatan untuk Pemilu Mendatang
Untuk pilpres yang baru saja berlangsung, Hammam menyayangkan bahwa KPU tidak menyiapkan sistem IT secara khusus untuk dilaksanakannya rekapitulasi. Namun tim teknis e-Pemilu BPPT menyarankan untuk menampilkan data perolehan suara di tiap TPS menggunakan aplikasi rekapitulasi berbasis web, agar masyarakat puas dengan hasil yang transparan. “Untuk itu scan Form C1 harus ditayangkan melalui web KPU, agar masyarakat dapat memonitor dan ikut mengawasinya untuk mewujudkan Hasil Pilpres yang transparandan akuntabel,” tegasnya
Hammam kemudian mengharapkan supaya KPU dapat memfasilitasi aplikasi e-Rekapitulasi berbasis web yang transparan dan akuntabel menggunakan teknologi Informasi jika pemungutan suara masih dilakukan secara manual. Aplikasi tersebut dapat ditempatkan di data center KPU yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh penyelenggara Pilkada di Indonesia. “DPR dan KPU juga sudah saatnya memberikan peran terhadap penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung proses Pemilu,” sebutnya.
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan, lanjutnya adalah penggunaan teknologi e-Counting atau e-Voting. “Hal ini untuk lebih meningkatkan kualitas demokrasi, teknologi informasi dan komunikasi sudah sangat memungkinkan untuk digunakan dalam pemungutan suara,” jelasnya.
Hammam menyatakan, BPPT ingin agar DPR dan KPU mengakomodir teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam UU dan Peraturan pemilu. Bahwa pemanfaatan TIK dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara sistem elektronik, tidak terkecuali sistem elektronik untuk Pemilu. Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Sangat penting DPR dan KPU untuk segera melahirkan UU Kepemiluan di Indonesia yang sejalan dengan UU ITE, yang memberi peluang pemanfaatan TIK secara optimal untuk reformasi tatakelola kepemiluan terutama peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia,” pungkasnya. (tw/SYRA/Humas).