Menurutnya lagi, mekanisme gempa menyebabkan deformasi vertikal sebesar 5m pada dasar laut yang akhirnya menimbulkan terjadinya tsunami. Selain itu, terjadi pula penurunan (subsidence) di daratan lebih dari 1m. "Berdasarkan data historis, daerah tersebut (Sanriku-red) memang sering terjadi gempa besar. Misalnya tahun 1968 dengan skala Mw 8.2 dan tahun 1994 sebesar Mw 7.7," imbuhnya.
Terkait dengan tsunami yang juga menerjang Jayapura, Wahyu Pandoe, Kepala Program Operasi Ina Buoy Tsunami Early Warning System (TEWS) BPPT, menjelaskan bahwa beberapa menit setelah gempa, empat buoy di daerah sekitar epicentrum gempa mendeteksi datangnya tsunami. Buoy-buoy tsunami yang tersebar di Samudera Pasifik juga mendeteksi hal yang sama. "Dari situlah kami dapat mendeteksi datangnya tsunami ke Jayapura, sehingga dapat dilakukan peringatan dini bagi masyarakat Jayapura. Tsunami tersebut terjadi enam jam setelah gempa di Jepang," terangnya.
Berdasarkan data yang didapatkan dari kedalaman 4431m di dasar laut, lanjutnya, tinggi gelombang tsunami di laut mencapai 20cm. Estimasi kasarnya, di darat tinggi air pasang tsunami mencapai 2m. "Kecepatannya sangat luar biasa, sekitar 800km/jam. Yang harus diketahui masyarakat, tsunami tidak harus di awali dengan surutnya air di pantai, bisa juga langsung terjadi gelombang pasang tsunami".
Sedangkan Mulyo Harris Pradono, Perekayasa Bidang Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana BPPT yang kebetulan berada di Jepang saat terjadi gempa, mengatakan kekagumannya terhadap kemampuan infrastruktur di Jepang terhadap gempa yang terjadi. "Mereka (masyarakat Jepang-red) belajar banyak dari gempa besar yang terjadi pada tahun 1996 di Kyoto. Sejak saat itu, mereka memperkuat struktur bangunannya berlipat ganda. Hasilnya, meskipun gempa yang terjadi kemarin besar, namun kerusakan yang terjadi bukanlah pada struktur bangunannya".
Oleh karena itu, Harris menekannya pentingnya belajar dari pengalaman Jepang. Menurutnya, ambang batas kekuatan struktur bangunan di Indonesia, perlu ditingkatkan. "Tahun 2010, sudah dikeluarkan peraturan mengenai penambahan kekuatan struktur pada bangunan. Seperti di Jakarta dan Bandung". (SYRA/humas)
Cancel