Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi melalui Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral (PTPSM BPPT) selenggarakan webinar dengan tema “Hilirisasi Mineral Indonesia: Pengelolaan Sisa Hasil Pengolahan (Tailing) pada Industri Hidrometalurgi Nikel ” yang merupakan rangkaian acara HUT BPPT ke 43 (26/08).
Kepala BPPT, Hammam Riza dalam sambutannya mengatakan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 mengamanatkan agar kegiatan hilirisasi mineral dilakukan di dalam negeri.
Dalam konsepnya, hilirisasi tidak cukup berhenti ketika mineral sudah diproses menjadi bahan setengah jadi (intermediate product), tapi harus dikembangkan lebih jauh sampai produk yang menjadi bahan dasar atau pelengkap tahapan paling akhir dalam pohon industri, Contoh jelasnya adalah ketika bijih nikel diolah untuk menghasilkan prekursor yang merupakan bahan dasar material baterai, dari bahan dasar baterai inilah dihasilkan baterai dari jenis Lithium-ion Battery (LiB), ujar Hammam.
Di beberapa negara seperti Belanda, Norwegia, Jerman, Perancis, UK dan India telah melakukan inisiasi untuk menghentikan penjualan kendaraan berbahan bakar fosil (fossil fuel vehicles) pada tahun 2025 – 2040. Pemerintah Indonesia pun berkomitmen untuk mengembangkan kendaraan rendah emisi dan ramah lingkungan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik (Battery Electric Vehicle) untuk transportasi jalan dengan target 20% Electric Vehicle (EV) dari total penggunaan pada tahun 2025, ungkapnya.
Konsekuensi dari aktifitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel tentunya adalah akan dihasilkannya SHP yang sangat besar jumlahnya. Hal ini disebabkan kandungan logam nikel yang diekstrak dari bijih berkisar antara 1 hingga 1,5 %. Karenanya pengelolaan SHP menjadi salah satu kunci yang harus diperhatikan dalam pendirian fasilitas pengolahan dan pemurnian pada hilirisasi mineral nikel.
Pengelolaan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) menurut Hammam membutuhkan sentuhan inovasi teknologi sehingga selain dapat meminimalkan resiko yang mungkin timbul, juga dapat memberi manfaat. Kajian terhadap aktual kondisi ekosistem seperti keragaman spesies hayati, kondisi geografis, geologis dan iklim serta kajian sosial seperti dampak industri terhadap masyarakat, ketersediaan sumber air dan sebagainya harus dilakukan dan ditetapkan standar minimal perubahan ekosistem yang dapat diterima.
BPPT terus memberikan kontribusi untuk mendukung hilirisasi mineral nikel diantaranya berupa inovasi dan layanan mulai dari karakterisasi produk sisa hasil pengolahan proses hidrometalurgi, potensi pemanfaatan, studi perairan, monitoring bendungan dan sebagainya. Dan ini terus dilakukan BPPT melalui Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral, Balai Teknologi Survey Kelautan, dan pusat serta balai lain jelas Hammam.
Di sisi lain kajian terhadap karakteristik SHP harus dipahami agar dapat diprediksi metode penempatannya seperti apa saja yang dapat dilakukan. Berbagai metode penempatan dapat disimulasikan dengan melibatkan inovasi teknologi dan kondisi lingkungan terkini.
Adapun aspek lain yang harus dipertimbangkan adalah kemungkinan pemanfaatan SHP untuk masa mendatang sehingga keputusan akhir pengelolaan SHP dapat dilaksanakan merupakan optimasi dari seluruh aspek yaitu aspek ekosistem dan sosial, metode penempatan serta potensi pemanfaatannya, pungkasnya.
Dikesempatan yang sama, Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral (PTPSM) BPPT Rudi Nugroho menyampaikan dalam mengelola SHP perlu ada sentuhan teknologi baik untuk penempatan, pengendalian serta pemanfaatannya melalui inovasi dan layanan BPPT yang tiada henti untuk mendukung kemandirian dan kemajuan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Rudi menyebut bahwa sektor pertambangan menyumbang sampai dengan 50% PNBP, dengan tantangan praktik pengolahan yang baik dan persaingan yang sehat. BPPT diharapkan bersinergi dengan Kementerian Energi Sumberdaya Mineral melalui audit teknologi, kajian serta rantai pasok pengkajian mengenai nilai tambah logam yang masih dapat dimanfaatkan dari SHP.
Diharapkan pengelolaan dan pengawasan sisa hasil pengolahan mineral nikel perlu dilakukan dalam rangka penerapan aspek konservasi mineral dapat dilakukan secara optimal, jelas Rudi (SAS/Humas BPPT)