Dalam rangka meningkatkan produktivitas invensi dan inovasi untuk memperkuat transformasi ekonomi yang berdaya saing dan berkelanjutan melalui penciptaan ekosistem riset dan inovasi yang baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Badan RIset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar webinar fasilitasi dan pendanaan riset dan inovasi (Walidasi) edisi fasilitasi pengujian produk inovasi kesehatan batch pertama, Selasa, 15 Maret 2021.
Membuka webinar, Kepala BRIN Dr. Laksana Tri Handoko menyatakan optimisme terhadap riset pada bidang kesehatan di Indonesia. Pembukaan skema baru pengujian produk kesehatan ditujukan untuk mempersempit gap produk kesehatan antara riset dan industri.
“Dari sisi periset, sedikit sekali yang memahami bagaimana hasil riset kesehatan agar dapat dimanfaatkan secara komersial. Di sisi lain, industri justru lebih siap untuk melakukan hilirisasi dari periset-periset di Indonesia karena tidak memiliki kemampuan untuk menanggung resiko dari hasil riset yang memiliki tingkat kegagalan cukup tinggi,” ujar Handoko.
Lebih spesifik, Handoko memaparkan bahwa pendanaan ini tidak akan mengalir pada periset melainkan untuk menguji hasil riset produk kesehatan yang sudah scientifically proven. Dengan pengujian tersebut akan dapat membantu sektor industri agar dapat fokus untuk melakukan komersialisasi produk dengan tingkat resiko kegagalan yang sangat rendah. Sedangkan benefit yang akan didapatkan oleh periset adalah royalti yang didapatkan dari lisensi produk.
“Perlu diketahui bahwa seluruh proposal yang masuk harus teruji secara scientific yang dibuktikan dengan adanya publikasi ilmiah. Publikasi ini tentu akan di-review oleh reviewer professional,” ujar Handoko.
Dalam kesempatan yang sama Prof. Agus Haryono, M.Sc selaku Plt. Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN menyatakan bahwa jumlah riset uji klinis di Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Oleh karenanya, BRIN harus aktif memfasilitasi uji klinis skala laboratorium di Indonesia.
Dengan adanya walidasi yang diselenggarakan oleh BRIN diharapkan dapat mengatasi kendala yang kerap dialami oleh periset dalam pelaksanaan pengujian produk inovasi kesehatan seperti ketidakpastian waktu, biaya riset obat, obat tradisional, vaksin, dan alat fasilitasi pengujian produk inovasi kesehatan yang tinggi serta tingkat keberhasilan uji klinik
Lebih lanjut, skema pemberian dana fasilitasi ini juga melibatkan industri sebagai penerima manfaat untuk berkolaborasi melakukan pengujian produk inovasi kesehatan, sehingga kedepannya hasil pengujian produk inovasi kesehatan ini dapat memberikan kepastian kebermanfaatan hasil riset dan inovasi dalam bidang kesehatan.
Pada walidasi batch pertama ini, terdapat 30 proposal masuk yang kemudian tersaring menjadi tiga proposal dengan produk pengujian berbeda yaitu uji klinik prototipe implan tulang belakang, proses uji klinik ventilator CPAP-BIPAP, serta uji toksisitas dan uji klinis ekstrak kayu secang sebagai kandidat obat fitofarmaka untuk cognitive enhancer.
Prototipe implan tulang belakang dapat dimanfaatkan untuk mengoreksi berbagai macam kelainan pada tulang belakang. Ventilator CPAP-BIPAP dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu pernafasan pasien. Sedangkan ekstrak kayu secang dapat dimanfaatkan sebagai kandidat obat.
Sebagai informasi BRIN juga turut mendanai lembaga riset, akademisi, serta masyarakat luas untuk melakukan pengujian produk risetnya. Untuk informasi lebih lanjut dapat mengunjungi website https://pendanaan-risnov.brin.go.id/. (Humas BRIN - RVL, ed: SAS)