Terkait kereta api cepat yang sedianya akan didatangkan dari Negara Cina, Direktur Pusat Teknologi Sistem dan Prasarana Transportasi (PTSPT) BPPT, Rizqon Fajar mengatakan bahwa hal tersebut harus dijadikan momentum bagi Indonesia untuk mengembangkan industri kereta api dalam negeri.
Untuk kereta cepat buatan Cina ini sambung Rizqon kita mestinya tidak hanya mendatangkan, tapi juga mensyaratkan Cina untuk melakukan transfer teknologi. Dengan begitu akhirnya kita mampu menguasai dan mengembangkan teknologi perkeretaapian sendiri. "Cina pun awalnya melakukan hal tersebut, hingga akhirnya mampu membuat kereta sendiri," terangnya.
Hal serupa juga disampaikan Kepala Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika (BBTA3) BPPT, Fariduzzaman. Menurutnya selain transfer teknologi, Indonesia juga perlu mendapatkan hak untuk melakukan desain ulang dari teknologi tersebut. Karena dari hak tersebut, Indonesia akan mempunyai kesempatan untuk menciptakan desainnya sendiri dan pada akhirnya akan mendapatkan paten.
"Kereta Maglev (Magnetic Levitation) contohnya. Awalnya Cina mendapat teknologi dari Perancis. Namun berkat hak untuk mendesain ulang, mereka mampu mengembangkannya lebih baik lagi. Bahkan Maglev di Cina merupakan kereta api tercepat didunia, 380 km/jam," terangnya.
Walau hingga saat ini pemerintah belum mengumumkan secara resmi jenis kereta api cepat apa yang akan dipakai, Barman Tambunan, Direktur Pusat Teknologi Industri Permesinan (PTIP) BPPT, mengharapkan pemerintah akan menggandeng BPPT, Universitas dan semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bersama-sama mempelajari teknologi dan mengembangkannya sendiri.
" BUMN seperti PT INTI, PT LEN dan PINDAD perlu dilibatkan untuk memperkuat industri dalam negeri. Selain itu, pemilihan teknologi atau clearing house technology harus dikedepankan. Karena dengan begitu kita akan mampu melihat teknologi apa yang cocok dan sesuai dengan kondisi negara kita," pungkas Barman. (Humas-HMP)